DKB. Prosesi Menjojo merupakan prosesi ritual adat yang dilaksanakan oleh komunitas Masyarakat Adat Karang Bajo untuk mengunjungi gedeng daya dan gedeng lauk, hanya dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahun sekali bertujuan untuk memohon Kesuburan dan keselamatan Kepala Tuhan Yang Maha Kuasa tentang metu telu / 3 yaitu tiok, mentelok dan menganak hal itu disampaikan oleh Pemusungan Karang Bajo 30/12-14.
Dalam prosesi yang besar dimana semua pihak ikut mendukung yaitu Komunitas masyarakat adat dari 4 Kepembekelan : Pembekel Karang Bajo, Pembekel Bayan timur, Pembekel Bayan Barat, dan Pembekel Loloan dinamakan dengan Ritual Adat Taek Lauk-Taek Daya. sedangkan Prosesi Menjojo adalah proses sekala kecit oleh masyarakat adat karang bajo saja yang dilaksanakan setelah gugur kembang waru sekitar jam 15.00 wita dan. Menjojo dilaksanakan selama 2 (dua) hari, yaitu hari jum’at dan hari sabtu, hari jum’atnya ke gedeng Daya dan hari sabtunya ke gedeng lauk..
Pranata adat yang ikut dalam prosesi Menjojo harus genap (tidak boleh ganjil), hal ini diyakini oleh Masyarakat adat bahwa dalam setiap melakukan perjalanan itu akan menjadi lancar atau tanpa hambatan apabila jumlahnya genap. Genap dan ganjil ini juga terhitung jika jumlahnya dibawah Sembilan, jika lebih dari Sembilan orang maka tidak berlaku untuk jumlah genap dan ganjil. Dan proses ini hanya dilaksanakan oleh kaum laki-laki.
1. Hari Jum’at (Taek Daya)
Taek Daya merupakan prosesi mengunjungi Gedeng Daya yang letaknya di Pawang Bangket Bayan Desa Bayan untuk melaksanakan Matur (do’a) supaya alam semesta dalam keadaan yang baik. Proses ini dimulai dari Kampu Karang Bajo dengan membawa perlengkapan yang berupa sirih, pinang, kapur dan air untuk mencuci siirih yang digunakan sebagai media dalam berdo’a di Gedeng Daya.
Pranata yang ikut dalam Prosesi Menjojo ke Gedeng Daya yaitu dari keturunan Pande, Walin Gumi, Singgan Dalem dan Pembekel. Pande yang bertugas daam memimpin perjalanan serta yang Matur di Gedeng Daya. Sedabgkan cara berpakaian yaitu memakai Sapuk, kain batik yang panjang dan memakai dodot rejasa ( tidak memakai baju apalagi sandal ).
Sebelum naik ke Gedeng maka rombongan harus ke Pedangan dulu untuk membuat lekesan (sirih dll dipersiapkan) dan jumlahnya harus genap/tidak boleh ganjil, Posisi dari lekok buaknya yaitu terlentang barulah naik ke Gedeng. Dan Di Gedeng maka posisi lekok buaknya berbeda dengan yang di Pedangan, dimana posisinya yaitu dengan tengkurap dan dilaksanakanlah matur, baru setelah semua prosesi di Gedeng selesai mereka kembali dengan mundur, hal ini dilakukan untuk menghormati Gedeng tersebut. Pada saat kembali maka yang jadi depan adalah orang yang pada saat berangkatnya jadi belakang begitu pula sebaliknya yang jadi depan pada saat berangkat akan jadi belakang.
Mampir di Pedangan pada saat kembali yaitu untuk mengambil lekesan, lekesan itu akan dibawa kembali bersama lekesan dari Gedeng ke Kampu Karang Bajo yang digunakan nanti pada saat Nyidekah Sunsunan.
2. Hari Sabtu (Taek Lauk)
Taek Lauk ini juga merupakan prosesi untuk Matur (do’a) di Gedeng Lauk yang letaknya di Desa Loloan sebelah pesisir laut jawa. Tetapi pada Prosesi Taek Lauk yang terdepan adalah dari Walin Gumi dan dibelakangnya Pande, Amaq Lokaq Singgan Dalem dan Pembekel.
Dalam Proses ini juga harus mampir di Pedangan untuk mempersiapkan segala sesuatunya sebelum naik ke Gedeng, tetapi yang membedakan pada saat naiik ke Gedeng Lauk adalah tanpa menggunakan sapuq (ikat kepala), hal ini dilakukan karena di Gedeng Lauk diyakini oleh Masyarakat Adat sebagai kawasan Perumbak Lauk yang sabagai pranata perempuan.
Setelah menjojo dilaksanakan maka dilakukanlah Prosesi Nyidekah selama 4 (empat) kali setiap hari mingggu.
a. Minggu, pertama Sidekah sunsunan/sesepen (bukti sudah selesai menjojo), Pembekel adat karang bajo mengeluarkan ayam bulu bing kuning 1 (satu) ekor dan di dalam Inan menik, yang menyilak walin gumi, yang mengandang ( duduk berhadapan kyai lebe dan pembekel ). Pada prosesi ini segala sesuatunya harus dilaksanakan pada malam hari, baik itu menjejel ( tumbuk padi pakae lesong ), menyembelih ( potong ayam ) dan meriap ( suguhan makanan satu sampak /dulang ) yaitu sekitar jam 10.00 wita atau setelah anak-anak tidur, hal ini dilakukan agar tidak ada Pranata adat dari kepembekelan lain yang tahu adanya pelaksanaan prosesi menjojo.
b. Minggu kedua, Sidekah sesepen, Amak lokak gantungan rombong, di pedangan, yang menyilak amak lokak gantungan rombong, ngandang kyai lebe dan penguban
c. Minggu, ketiga, sidekah sesepen, amak lokak singgan dalem, timur laut berugak agung, yang menyilak Amaq lokak pande, ngandang Kyai lebe dan Amaq lokak singgan dalem
d. Minggu ke empat, sidekah topat lepas (melepas penyakit ), tempat meriap 2 yaitu :
kuta (sebelah timur kali masan segah, yang ngandang kyai santri dan penguban yang menyilak Amaq lokak walin gumi, dan
Kuta (sebelah utara jalan ke-tempos) yang ngandang Kyai lebe dan pembekel dan yang menyilak Pande.
Setelah nyidekah pada hari munggu yang ke-4 (empat) dilaksanakan maka selesailah semua rangkaian Prosesi Menjojo.
Harapan Pemusungan Karang Bajo agar Ritual Adat menjojo atau Taek lauk dan taek daya dapat dilaksanakan setiap 3 tahun sekali untuk keselamatan yang memenuhi isi bumi yaitu metu telu ( 3 ) yaitu tiok ( tumbuh-tumbuhan ), mentelok ( hewan yg bertelur ) dan menganak ( semua jenis hewan atau manusia yang melahirkan ). ( SK-22-0005 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar