DKB, Mak Lokak Pandae Gubuk Karang Bajo Ringalip. menyampaikan kepada Ahli waris sane kadang bangsa bahwa Masyarakat Adat Karang Bajo Bayan yang kawin pada bulan Muharam didenda satu ekor kambing, satu ekor ayam, beras 5 Kg dan uang bolong 44 biji, denda ini diserahkan pada acara maulid adat di Kampu Karangh Bajo hal itu disampaikan pada acara musyawarah saji karma adat Perkawinan warga di Dasan Baro 31-10-15.
Sekretaris Pranata adat Gubuk Karang Bajo Renadi. S.Pd. menuturkan tentang sejarah orang terdahulu kenapa warga masyarakat adat Karang Bajo Bayan jika terjadi perkawinan pada bulan muharam di denda dengan kambing karena salah satu cara masyarakat adat menghargai bulan muharam dan Para Toak Loak sebab di Bulan muharam itu tidak ada proses acara ritual hari besar islam maupun acara urip yang di lakukan oleh masyarakat adat maupun pemangku seperti pesta perkawinan, pesta cukuran maupun pesta hitanan.
Demikian juga awik awik yang diberlakukan oleh para toak lokak dan masyarakat adat wet kepembekelan karang bajo jika ada warganya yang kawin pada bulan berat yaitu bulan Ramadhan didenda malah lebih berat lagi yaitu satu ekor kerbau, satu ekor ayam, beras 50 kg dan uang bolong 244 biji. hal itu dilakukan agar masyarakat menghargai bulan puasa jangan sampai ada masyarakat adat tergoda rayuan iblis, apalagi sedang berbulan madu hubungan suami istri yang sah saja bisa membatalkan puasa apalagi dengan yang tidak sah.
Bulan yang diperbolehkan untuk kawin dan acara urip untuk masyarakat adat karang bajo Bayan yaitu Bulan Rabiul Awal. Rabiul akhir, Rajab, Sakban, Sawal dan Zuhaji. Sementara 6 bulan yang lain dihajatkan kepada masyarakat untuk mencari kebutuhan sehari-hari kecuali acara kelahitran dan acara kematian karena kelahiran dan kematian itu kita tidak bisa menentukan waktunya.
Kepala Dusun Dasan Baro Kasmadi. Menyampaikan bahwa musyawarah sajikrama adat perkawinan anak dari Kermalip diambil oleh warga Lendang Mamben Desa anyar, dengan rincian mulai dari ulun dedosan menik serombong, 244 uang bolong, pemangan dua batang, kain putih dua lembar, kerbau satu ekor, saji karma biasa, aji gubuk karang Bajo, Gubuk Pande, Gubuk Penguban, gubuk kiyai lebe, gubuk walin dumi, gubuk lang-lang, gubuk mak lokak singgan, aji pada aji toak lokak, ampah-ampah, jeruman, aik susu, wali, aman jangan, inan menik, Inan Nasik, APBDes Desa dan Administrasi Dusun.
Awiq-awiq dan kesepakatan masyarakat adat wet kepembekelan karang bajo jika warganya Kawin Keluar Agama Islam juga ada Denda sebesar Rp. 3.000.000 selain sajikama dan wiring, denda ini di diserahkan Ke Kiyai Lebe untuk di asuh sebesar Rp. 1.500.000,- dan Ke Bapak kandung / Wali nikah Rp. 1.500.000,- untuk dibagikan kepada ahli waris sane kadang bangsa semua keluarga calon mempelai wanita.
Dalam musyawarah saji kerama adat itu ada denda lain hasil kesepakatan yang di minta oleh kakak kandung dari calon mempelai wanita dinamakan pelengkak artinya yang kamin duluan adalah anak nomo tiga sementara anak nomor satu dan nomor dua belum kawin. Kalau terjadi peristiwa sepeti itu anak pertama dan anak kedua minta uang pelengkak dan disetujui oleh ahli waris.
Kiyai Santri Dasan Baro Kasianom menyampaikan bahwa sebelu uang sajikara itu di terima oleh ahli waris sane kadang bangsa calon mempelai wanita maka, uang saji kama itu harus terlebih dahulu dilakukan acara roah selamet oleh keluarga calon mempelai laki laki yang dipinpin oleh kiyai atau zikiran agar uang yang diserahkan ada barokahnya.
Uang sajikrama yang diterima oleh ahliwaris sane kadang bangsa dibagikan pada hari itu juga kepada semua yang hadir pada hari itu sisanya boleh ngutang berupa satu ekor kerbau atau bisa diganti dengan satu ekor sapi untuk acara nampah wiring ( walimah ). Namun batas waktunya sampai penganten itu mempunyai anak satu.
Setelah selesai proses pemegat sajikrama adat baru boleh dilakukan acara akad nikah baik di laksanakan di Kantor KUA Kecamatan atau dirumah calon mempelai laki-laki begitu juga untuk acara resepsi baru dilakukan nyongkolang dari rumah mempelai laki-laki kerumah mempelai wanita. ( Kertamalip ).
Sekretaris Pranata adat Gubuk Karang Bajo Renadi. S.Pd. menuturkan tentang sejarah orang terdahulu kenapa warga masyarakat adat Karang Bajo Bayan jika terjadi perkawinan pada bulan muharam di denda dengan kambing karena salah satu cara masyarakat adat menghargai bulan muharam dan Para Toak Loak sebab di Bulan muharam itu tidak ada proses acara ritual hari besar islam maupun acara urip yang di lakukan oleh masyarakat adat maupun pemangku seperti pesta perkawinan, pesta cukuran maupun pesta hitanan.
Demikian juga awik awik yang diberlakukan oleh para toak lokak dan masyarakat adat wet kepembekelan karang bajo jika ada warganya yang kawin pada bulan berat yaitu bulan Ramadhan didenda malah lebih berat lagi yaitu satu ekor kerbau, satu ekor ayam, beras 50 kg dan uang bolong 244 biji. hal itu dilakukan agar masyarakat menghargai bulan puasa jangan sampai ada masyarakat adat tergoda rayuan iblis, apalagi sedang berbulan madu hubungan suami istri yang sah saja bisa membatalkan puasa apalagi dengan yang tidak sah.
Bulan yang diperbolehkan untuk kawin dan acara urip untuk masyarakat adat karang bajo Bayan yaitu Bulan Rabiul Awal. Rabiul akhir, Rajab, Sakban, Sawal dan Zuhaji. Sementara 6 bulan yang lain dihajatkan kepada masyarakat untuk mencari kebutuhan sehari-hari kecuali acara kelahitran dan acara kematian karena kelahiran dan kematian itu kita tidak bisa menentukan waktunya.
Kepala Dusun Dasan Baro Kasmadi. Menyampaikan bahwa musyawarah sajikrama adat perkawinan anak dari Kermalip diambil oleh warga Lendang Mamben Desa anyar, dengan rincian mulai dari ulun dedosan menik serombong, 244 uang bolong, pemangan dua batang, kain putih dua lembar, kerbau satu ekor, saji karma biasa, aji gubuk karang Bajo, Gubuk Pande, Gubuk Penguban, gubuk kiyai lebe, gubuk walin dumi, gubuk lang-lang, gubuk mak lokak singgan, aji pada aji toak lokak, ampah-ampah, jeruman, aik susu, wali, aman jangan, inan menik, Inan Nasik, APBDes Desa dan Administrasi Dusun.
Awiq-awiq dan kesepakatan masyarakat adat wet kepembekelan karang bajo jika warganya Kawin Keluar Agama Islam juga ada Denda sebesar Rp. 3.000.000 selain sajikama dan wiring, denda ini di diserahkan Ke Kiyai Lebe untuk di asuh sebesar Rp. 1.500.000,- dan Ke Bapak kandung / Wali nikah Rp. 1.500.000,- untuk dibagikan kepada ahli waris sane kadang bangsa semua keluarga calon mempelai wanita.
Dalam musyawarah saji kerama adat itu ada denda lain hasil kesepakatan yang di minta oleh kakak kandung dari calon mempelai wanita dinamakan pelengkak artinya yang kamin duluan adalah anak nomo tiga sementara anak nomor satu dan nomor dua belum kawin. Kalau terjadi peristiwa sepeti itu anak pertama dan anak kedua minta uang pelengkak dan disetujui oleh ahli waris.
Kiyai Santri Dasan Baro Kasianom menyampaikan bahwa sebelu uang sajikara itu di terima oleh ahli waris sane kadang bangsa calon mempelai wanita maka, uang saji kama itu harus terlebih dahulu dilakukan acara roah selamet oleh keluarga calon mempelai laki laki yang dipinpin oleh kiyai atau zikiran agar uang yang diserahkan ada barokahnya.
Uang sajikrama yang diterima oleh ahliwaris sane kadang bangsa dibagikan pada hari itu juga kepada semua yang hadir pada hari itu sisanya boleh ngutang berupa satu ekor kerbau atau bisa diganti dengan satu ekor sapi untuk acara nampah wiring ( walimah ). Namun batas waktunya sampai penganten itu mempunyai anak satu.
Setelah selesai proses pemegat sajikrama adat baru boleh dilakukan acara akad nikah baik di laksanakan di Kantor KUA Kecamatan atau dirumah calon mempelai laki-laki begitu juga untuk acara resepsi baru dilakukan nyongkolang dari rumah mempelai laki-laki kerumah mempelai wanita. ( Kertamalip ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar