Sabtu, 18 Juni 2016

Perlu Ada Perda Lombok Utara Tentang Perlindungan Hutan Adat

Karang Bajo (SID). Sekretaris Daerah Lombok Utara H Suardi, Menyampaikan bahwa agar ada Payung Hukum tentang Perlindungan Hutan Adat di Masing Masing Desa se Kecamatan Bayan ini maka Perlu Ada Perda Tentang  Perlindungan Hutan Adat minimal Peraturan Bupati secepatnya agar Perdes yang telah di buat Oleh Desa Karang Bajo dan desa Bayan itu bisa di hapus, mengingat perdes tentang perlindungan Hutan adat tersebut berlaku bukan hanya di wilayah Desa itu sendiri tetapi berlaku di Desa tentangga hal itu dismapikan pada acara Bedah  Kebijakan tentang Perlindungan Hutan adat yang di Pasilitasi Oleh SOMASI NTB di Hotel Sinar Rinjani Senaru 18-06-16.

Bedah Kebijakan tentang Perlindungan Hutan adat lanjut pak sekda bahwa   Hutan adat yang di Kelola Oleh Masyarakat Desa Karang Bajo dan Desa Bayan pada dasarnya masih berjalan jadi dalam rangka menangani persoalan tentang hutan adat sering di bahas seperti melalui Gendu rasasiu ate sopok angen  kegiatan tahunan kita tentunya nanti akan mempercepat proses pembangunan di Lombok Utara salah satunya adalah terbentuknya majelis kerama adat, terkait itu kita mencoba mengurus persoalan tentang perdes hutan adat dari Desa Karang Bajo dan Bayan Bayan bisa menjadi contoh di Lombok Utara, salah satu modal sosial kita untuk mendorong terbitnya aturan yang lebih kuat di tingkat kabupaten. Oleh karena itu mari kita diskusikan semoga usaha dan perjuangan kita mendapat rido dari Allah SAW.

Dipisi Ekonomi Politik SOMASI NTB. Abdul Kasim SH. Menyampaikan  tentang Bedah Kebijakan
Hasil Reviw Peraturan Desa Karang Bajo dan Bayan Mewujudkan Inklusi Sosial Untuk Masyarakat Adat Bayan Kabupaten  Lombok Utara, latar belakang Reviw ini menekankan pada pentingnya aktualisasi masyarakat hukum adat, yaitu upaya untuk menjaga dan memelihara budaya yang hampir musnah tetapi reformasi memunculkan semangat untuk dibangkitkan bahwa Masyarakat Adat Bayan berhasil melakukan perlindungan dan penjagaan Lingkungan Hidup dengan baik sampai saat ini. Dilokasi hutan adat terdapat satu sumber mata air yang sudah dimanfaatkan oleh PDAM, Adanya aturan hukum yang terkait dengan pengelolaan dan pemafaatan yang diatur dalam Peraturan Desa di dua desa tersebut (Bayan dan karang Bajo, Perkembangan aturan hukum terkait pengelolaan hutan adat dan masyarakat adat saat ini perlu disesuaikan dengan perkembangan aturan hukum yang ada saat ini satu diantaranya adalah Undang-undang desa.

Tujuan reviw Menguatkan masyarakat adat bayan Meminimalisir gejala tumpang tindih kewenangan antar lembaga desa, Menguraikan perdes yang sudah ada Penggalian data lapangan telah Disesuaikan dengan perkembangan hukum dan Membuat alternatif Perdes bersama 2 Desa, Menemukan norma-norma hukum yang tidak berlaku melalui telaah perdes dan disampaikan ke bagian hukum (Pemda) Hasil Reviw Payung hukum perdes sudah tidak relevean

Temuan Ketimpangan kewenagan sebab perdes di buat th 2006 Masing-masing Pemerintah Desa Karang Bajo dan Bayan telah menetapkan Perdes yang nyaris sama mengatur subyek dan obyek. Subjek dan objek yang nyaris sama diatur dalam masing-masing Perdes tersebut tentunya akan menimbulkan benturan dalam implementasinya. Kedua Perdes memiliki judul yang hampir sama, Perdes Karang Bajo berjudul Pelestarian Pawang Adat Paer Bayan, sedangkan Perdes Bayan tentang Pelestarian Pawang Adat Desa Bayan .

Domain Hukum adat menjadi hokum pormal Batang tubuh dari kedua Perdes ini yang memuat isi subtansi dari hukum adat, secara tidak sadar telah merubah domain hukum adat menjadi hukum formal. Implikasinya tanggungjawab penegakan hukum adat ada pada perangkat pemerintah desa. Padahal pertimbangan untuk menetapkan perdes adalah untuk mengurangi intervensi kekuasaan sebagaimana tertuang dalam konsideran Menimbang huruf d. Dalam ketentuan peralihan dan penutup kedua Perdes ini memperlihatkan superioritas dari Perdes terhadap hukum adat. Domain hukum adat menjadi domain hukum formal terdapat dalam beberapa pasal baik dalam Perdes Karang Bajo maupun Bayan. Misalnya pasal-pasal yang mengatur kelembagaan, hak, kewajiban, larangan, sanksi, dan mekanisme pelaksanaan sanksi.

Ketidak sesuaian pejabat pembentuk peraturan Kewenangan Pemdes hanya meliputi wilayah administrasi desa. Namun Perdes Bayan dan Karang Bajo mengatur wilayah administrasi di luar wilayah desa sebagaimana dinyatakan dalam Perdes Bayan Pasal 1 huruf d dan Perdes Karang Bajo Pasal 1 huruf d. Batas wilayah Paer Bayan maupun Desa Bayan dalam kedua Perdes tersebut lintas desa yang melewati batas wilayah kekuasaan administratif pemerintah desa Karang Bajo maupun Bayan, sehingga lembaga atau pejabat pembentuk peraturan kurang tepat. Mengingat akan batas wilayah kesatuan masyarakat hukum adat seharusnya yang mengeluarkan regulasi pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat tersebut adalah pemerintah daerah kabupaten.

Tidak sesuai dengan perkembangan hokum Perdes Karang Bajo dan Bayan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum formal saat ini. Ada beberapa perundang-undangan baru yang mengatur masyarakat hukum adat, terutama hak ulayat dan tanah ulayat, di antaranya Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 79/ 2014, No. PB.3/Menhut-11/2014, N0. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang Berada Di Dalam Kawasan Hutan. Permen Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi No. 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

Kesimpulan lanjut Abdul kasim bahwa Keberadaan masyarakat Adat bayan masih ada sesuai dengan.( masih adanya lembaga adat, persekutuan hukum adat, batas wilayah hukum adat, pranata adat dan memiliki hutan adat) – (Pasal 6 (1) UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Perdes Karang Bajo dan Bayan berpotensi menimbulkan ketimpangan kwenangan dalam pelaksanaannya karena mengatur subjek dan objek yang nyaris sama. Perdes seharusnya mengatur kewenangan di wilayah administrasi desa. Sementara, kedua Perdes mengatur kewenangan diluar wilayah administrasi desa sehingga terjadi ketidaksesuaian pejabat pembentuk peraturan dan melampaui kewenangan. Kedua Perdes bertentangan dengan hukum lebih tinggi dan oleh karena itu tidak sesuai dengan azas lex inferiori derogate lex superiori. Dasar hukum kedua Perdes tidak sesuai dengan perkembangan hukum saat ini.

Rekomendasi Dengan melihat ketentuan perundang-undangan dan keberadaan masyarakat hukum adat, maka perlu ada kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah yang mengakui keberadaan masyarakat hukum adat. Pemerintah Kabupaten Lombok Utara membatalkan Perdes Karang Bajo No. 1 Tahun 2006 tentang Pelestarian Pawang Adat Paer Bayan dan Perdes Bayan No. 01 Tahun 2006 tentang Pelestarian Pawang Adat.

Dosen Unram DR. H. Anang Husni SH MH. Menyampaikan tentang Tata Cara Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Dan Haknya, bahwa Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun. (Permendagri 52 2014 Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, Dijelaskan dalam UU dasar 1945 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang. pasal 18b ayat (2).

Undang-undang yg mengatur seharusnya UU No. 5 Tahun 1960 Ttg Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria , UU No. 39 Tahun 1999 ttg HAM, UU No. 41 Tahun 1999 ttg kehutanan, UU No. 22 Tahun 2001 ttg Minyak dan Gas Bumi, UU No. 20 Tahun 2003 ttg Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 24 Tahun 2003 ttg Mahkamah Konstitusi, UU No. 27 Tahun 2003 ttg Panas Bumi, UU No. 7 Tahun 2004 ttg Sumber Daya Air, UU No. 18 Tahun 2004 ttg Perkebunan, UU No. 31 Tahun 2004 ttg Perikanan, UU No. 26 Tahun 2007 ttg Penataan Ruang, UU No. 27 Tahun 2007 ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No. 30 Tahun 2009 ttg Ketenagalistrikan, UU No. 32 Tahun 2009 ttg Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 18 Tahun 2013 ttg Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan UU No. 6 Tahun 2014 ttg Desa.

UU 41 1999 ttg Kehutanan yang isinya  masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap),  ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya, ada wilayah hukum adat yang jelas,  ada pranata hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati dan  masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

UU 6 2014 ttg Desa yang isinya memiliki wilayah paling kurang memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya,  masyarakat yang  warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok, pranata pemerintahan adat,  harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau perangkat norma hukum adat, Hak masyarakat adat hak untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dalam urusan tata pemerintahan, hak ulayat atas tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hak individual warga masyarakat hukum adat atas tanah.

kewenangan desa adat berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal Desa Adat adalah Subyek hak masyarakat atas wilayah adatnya (hak ulayat) dalam per Undang-undangan nasional yang digunakan adalah masyarakat hukum adat. Obyek hak masyarakat atas wilayah adatnya (hak ulayat) adalah tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan binatang, Warga masyarakat hukum adat dapat memperoleh hak atas tanah berdasarkan hukum adat, tanpa harus melalui pemberian hak dari negara.

Hak ulayat Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. (Pasal 3 UUPA No 5 1960).

Pasal 67 ayat (1) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan“Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, berhak, Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan, Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan UU dan Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya”.

Kesimpulan Menurut DR.H Anang Husen SH MH bahwa Pemerintah Daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan Penetapan pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan hak ulayat yang berada di wilayah kabupaten/kota .Peningkatan kapasitas Masyarakat Hukum Adat yang berada di Daerah kabupaten/kota merupakan urusan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Penetapan pengakuan Masyarakat Hukum Adat ada pada Kepala daerah setelah melalui proses inventarisasi, verifikasi dan validasi. Penetapan hutan adat yang berada dalam kawasan hutan negara dajukan permohonannya kepada menteri Kehutanan.

Kepala Desa  Senaru Isa Rahman menyampaikan bahwa diwilayahnya tidak mempunayi hutan adat,  yang dia miliki adalah kebun adat dan ada peninggalan makam bersejarah di Demung Senaru masih kiat sakralkan Terkait maslah batas hutan lindung dengan kebun masyarakat adat masi tidak jelas maka mohon ada kejelasan mari pemerintah daerah Lombok Utara.

Kepala Desa Karang Bajo Kertamalip menyampaikan tentang Perdes tentang perlindungan Hutan adat yang telah dibuat pada tahun 2006 pada dasarnya kami ingin terbitnya Peraturan Daerah Lombok Barat agar ada paying hokum kami sebagai masyarakat adat dalam mengelola Hutan adat mengingat hutan adat yang kami buatkan perdes ini ada lintas desa, sementara paktanya sekarang sudah 7 tahun Lombok utara berdiri masih belum ada inisiatip Pemerintah untuk memberikan Payung hokum tentang perlindungan Hutan adat ini, mengenai wet bayan itu adalah sejarah wilayah kerja atau batas wilayah masyarakat adat suku bayan itu adalah tal baluk yang berada di Desa Labu Pandan Kecamatan sambelia Lombok Timur dan Batas Barat Desa Malaka Kecamatan Pemenang Lombok Utara  bukan batas ilayah Desa kami.

Kepala Desa Bayan Raden Madi Kusuma menyampaikan dasar kami dalam membuat perdes tentang perlindungan Hutan adat pada tahun 2006 karena hutan adat tersebut berada di wilayah Desa Bayan baik itu hutan Mandala dan Hutan adat Bangket Bayan harapan kami juga sama seperti apa yang disampaikan oleh kepala Desa Karang Bajo harapan kami agar ada terbit Perda tentang Perlindungan Hutan Adata Dari Pemerintah Lombok Barat namun paktanya juga sampai saat ini belum ada respon.

Pejabatan Kepala Desa Segenter Raden Sawingguh menyampaikan bahwa desa berkewangan penuh terhadap memiliki otorotitas sendiri seesuai undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, berbicara mengenai tanah Pecatu bahwa sekarang ini masih ada yang namanya pecatu Desa, Pecatu Adat dan Pecatu Pemda, kalau berbicara tentang pecatu Pemda maka yg punya kewenagn  adalah pemerintah daerah, berbicara mengenai pecatu Desa maka yang berwenang adalah Kepala Desa begitu juga selanjtnya, harapan kami agar ada kejelasan kepemilikan tanah pecatu dari Pemerintah daerah Lombok utara,   mengenai pembentukan Lembaga Krema Desa itu pada dasarnya sudah ada tidak perlu dibentuk lagi, perlu di ketahui juga buat semua Kepala Desa bahwa adat itu di atas anda sebagai kepala Desa jadi jangan adat berada di bawah anda, karena kita sebagai pengguna.
Kepala Desa Anyar Ritanom SH, mengatakan jangan berbicara mengenai adat masing masing sebab kami juga punya aturan adat dan jangan mengatakan hanya ada adat bayan pada dasarnya Desa anyar adalah Desa Pertama di Kecam,atan Bayan baru di mekarkan menjadi Desa Bayan, terus Desa Loloan dan sebagainya jadi mari kita bersama-sama liat perangkat  masi ada atau tidak baru kita melihat obiyeknya.

Penjabat Kepala Desa Loloan Kariadi SP. menyampaikan bahwa bayan merupakan satu kesatuan  ada 4 kepembekelan ada pembekel bayan timur Desa bayan ada kepembekelan bayan barat, ada kepembekelan  loloan Desa Loloan  dan Kepembekelan  Karang Bajo Desa Karang Bajo menjadi kesatuan memperkuat adat, salah satu contoh  dalam  pelaksanaan ritual adat di Masjid Kuno maka harus bersatu 4 Kepembekelan ini, untuk hutan adat bangket bayan kita bahas bersama, secara hak adat di Loloan pengelolaannya oleh masyarakat Desa karang bajo, mengenai perlindungan itu menjadi kewenangan desa dimana hutan itu berada. Perlu hita bersatu untuk mengurus hutan adat, begitu juga di hutan adat semokan sukadana jadi Perlu adat bayan kita perkuat. 

Anggota DPRD Lombok Utara Dapil Bayan, Nasrudin SH menyampaikan bahwa   terkait wet adat memamng wilayah adat sudah mulai sedikit hilang, hutan adat bayan sudah mulai terkikis, aset adat , pecatu adat masi banyak di 3 Desa, yaitu di Desa Loloan, Desa Bayan dan Desa Karang Bajo, perlu di bedakan sebelum ada gaji dari pemda dulu Desa dan Kadus mengelola tanah pecatu, jadi  pecatu adat pada jaman dulu pecatunya di beli oleh adat, harapan kami kepada sekda agar di pisah pecatu yang 3 itu di pilahkan agar jangan sampai di kelaim pecatu itu milik pemda. Begitu pula kepada desa Bayan agar tanah pecatu milik adat yang masi di kelola oleh kadus agar di kembalikan menjadi milik adat.

Taanggapan Pak sekda KLU. Tentang pengelola Aset Daerah yang ada di Kecamatan bayan memang belum kita selesaikan tentang hutan adat dan inpentarisasi tanah pecatu mana yang menjadi hak Adat, Hak Desa dan Hak pemda. Pada dasarnya ini belum kelob antar desa, maka mari kita bersatu antar Desa yang lebih baik bersama-sama. kaitannya dengan DPR tentang hukum adat belum ada,  yang ada adalah jasa lingkungan. Karen ini untuk kepentingan kita bersama jadi mohon di Bahas oleh DPRD KLU juga.

Harapan DR. H. Nanang Husni. SH.MH.  sebetulnya ada kejelasan tentan aset pemerintah Daerah, aset adat dan ast pemerintah Desa, yg kita bicarakan ini adalah aset hokum adat yang di kelola oleh desa. Maka kembalikan menjadi kewenagnan adat, hak adat hak ulayat, hak kebun adat, maka perlu ada tim yg turun yang menjelah dan menentukan sehingga Kita bisa menyelesaikan perdes tentang perlindungan Hutan adat di masing masing Desa menjadi satu Perda yang di tetapkan melalui Pemerintah Daerah. ( Ardes ).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar