Minggu, 24 Januari 2016

Hutan Adat Masih Tetap Dilestarikan

Karang Bajo. Pejabat Penunggu Hutan Adat Bangket Bayan ( Penyangkol Perumbak Daya ) Budanom, juga keturunan Mak Lokak Walin Gumi menyampaikan bahwa Hutan adat yang di kelolanya dari dahulu sampai sekarang masih tetap terjaga dan kami lestarikan, karena pengelolaan, Pengawasan dan perlindungan hutan kami laksanakan bersama dan didukung masyarakat adat dan  Pemerintah Desa Karang Bajo dibuktikan dengan adanya Perdes Nomor 1 tahun 2006 tentang Pelestarian Hutan adat.24-01-16

Menimbang :  a. bahwa berdasarkan data dan fakta keberadaan hutan Adat sampai   
    saat ini masih dapat di pertahankan dan di akui oleh masyarakat  Adat;
b. bahwa Hutan Adat yang dikelola oleh masyarakat  adat harus  mendapatkan 
    perlindungan hukum dari Pemerintah Negara Repoblik Indonesia;
c. bahwa agar hutan Adat aman, terlindungi dan terlestari maka perlu adanya   
    awiq awiq dan aturan ;
d. bahwa untuk mengurangi bentuk organisasi dan intervensi kekuasaan, baik dari lembaga adat, masyarkat, pemerintah ataupun pihak lain dalam pengelolaan sumberdaya alam khusunya hutan adat maka perlu ada pran dan wewenang yang jelas;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud hurup a, b, c dan d tersebut di atas perlu menetapkan Peraturan Desa Karang Bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Barat tentang Pelestarian Hutan Adat.

Mengingat :    1.    Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria;
2.    Undang Nomor 41 Tahun 2000 tentang Kehutanan
3.    Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
4.    Surat Edaran Mentri Kehutanan Nomor 5.57 tahun 2004 tentang Hak ulayat dalam rangka tuntutan komposisi / Ganti rugi oleh masyarakat adat;
5.    Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 17 Tahun 2005  Tentang Peningkatan Desa Persiapan Karang Bajo Kecamatan Bayan menjadi Desa Dipinitif 

Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
Dan
KEPALA DESA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN  DESA KARANG  BAJO  KECAMATAN  BAYAN KABUPATEN   LOMBOK BARAT  TENTANG  PELESTARIAN HUTAN ADAT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

a.    Desa atau disebut dengan nama lain selanjutnya di sebut desa, adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan berada didaerah kabupaten / kota;
b.    Pemerintahan Desa adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang di akui dan dihormati dalam sistem Pemerintaha Negara Repobloik Indonesia;
c.    Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa;
d.    Pemerintah Desa adalah kegiatan pemerintah yang dilaksanakan oloh pemerintah Desa;
e.    Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah pusat dan Daerah;
f.    Badan Permusyawaratan Desa yang terdiri dari pemuka –pemuka masyarakat Desa berfungsi mengayomi adat  istiadat; membuat peraturan Desa ; menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
g.    Perangkat Desa adalah unsur pembantu Kepala Desa dalam tugas dan tanggug jawab kepada Kepala Desa.
h.    Peraturan Desa adalah Peratuarn Perundang-Undangan yang di buat oleh Kepala Desa bersama BPD.
i.    Peraturan Kepala Desa adalah peraturan Perundang-undangan yang di tetapkan oleh Kepala Desa yang bersipat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan perundang- undangan yang lebih tinggi;
j.    Paer Bayan pada zaman dahulu adalah kesatuan wilayah yang terikat dalam kesatuan adat dan budaya di Bayan dengan batas wilayah sebelah timur tal baluk di Desa Labu Pandan Kecamatan Sambelia  Lombok Timur, sebelah barat Gontor Keluai Desa Malaka Kecamatan Pemenang Lombok Barat sebelah utara laut jawa dan sebelah selatan Gunung Rinjani;
k.    Lembaga Adat adalah sebuah organisasi masyarakat adat yang berpungsi sebagai wadah atau penyambung dalam penyelenggaraan tata kehidupan sehari hari yang di lengkapi dengan pengurus pranata hokum adat;
l.    Pembekel Adat Karang Bajo adalah jabatan seorang pengurus lembaga adat yang tugasnya mengurus segala keperluan masyarakat adat yang wilayah kerjanya sampai lintas desa dan kecamatan;
m.    Masyarakat Adat adalah kesatuan masyarakat sosial yang terdiri dari warga Negara Indonesia yang tinggal di suatu wilayah tertentu yang di dasarkan oleh kesamaan budaya dan bahasa yaitu basa bayan;
n.    Pemangku  adalah Lembaga Adat tertinggi  sebagai pemimpin di Kampu Paer Bayan;
o.    Kiyai adalah perangkat adat yang membidangi urusan adat yang berkaitan dengan pelayanan kemasyarakatan di bidang keagamaan;
p.    Hutan Adat adalah Semua Hutan milik Adat kepembekelan Karang Bajo seperti Pawang Singang Borot Desa Karang Bajo, Pawang Bangket Bayan yang berada di Desa Bayan dan Pawang Gedeng Lauk yang berada di Desa Loloan, Pawang Semokan Wilayah Desa Sukadana yang di kelola sepenuhnya oleh masyarakat adat dan di akui oleh Pemerintah Desa masing masing.
q.    Awiq awiq adalah aturan- aturan yang di buat oleh masyarakat adat atas dasar kesepakatan bersama termasuk didalam mengatur tentang hutan/ Pawang adat;
r.    Dosa adalah sangsi yang di berikan kepada setiap pelaku yang telah melanggar awiq awiq oleh masyarakat adat;
s.    Kepeng susuk adalah mata uang kuno sebagai alat tukar yang dikenakan kepadapelaku pelanggar awiq-awiq sebagai sangsi;
t.    Asuh adalah proses upacara pensudian diri bagi pelanggaran terhadap awiq awiq;
u.    Sembek adalah pemberian tanda kepada seseorang yang dilakukan melalui ritual adat oleh perangkat adat yang bahannya dari daun sirih, pinang dan kapur;
v.    Gunja adalah bentuk kewajiban pemberian hasil lading dari masyarakat adat kepada kepada penunggu Dalam Kampu adat;
w.    Gundem adalah musyawarah besar adat bertempat di berugak agung dalam kampu yang dihadiri oleh semua perangkat adat;
x.    Pengaci-aci adalah bentuk peninggalan secara turun temurun di sakralkan sebagai tempat menyampaikan permohonan do’a secara adat yang tempatnya ada di hutan adat /Pawang Gedeng Lauk, Gedeng Tengak dan hutan adat /Pawang Gedeng Daya;
y.    Bale Pedangan adalah suatu tempat memasak jika ada acara ritual adat;
z.    Gedeng adalah suatu tempat Bale agung tempat tempat pelaksanaan ritual adat;
aa.    Menjojo adalah suatu proses mengunjungi hutan adat Bangket Bayan dan Gedeng Lauk oleh penganggo adat setiap tahun sekali untuk menandakan akan memulai berccok tanam sambil memohon doa keselamatan yang memenuhi isi dunia seperti yang tumbuh, yang beranak dan yang bertelur;
bb.    Tek Lauk dan Tek Daya adalah prosesi mengnjungi hutan adat secara rame rame 10 tahun sekali ke Bangket Bayan dank e Gedeng Lauk  untuk memohon doa keselamatan yang memenuhi isi dunia seperti yang tumbuh, yang beranak dan yang bertelur;
cc.    Rombong adalah sebuah anyaman dari bambu sebagai wadah / tempat menaruh beras;
dd.    Gula Abang adalah sebuah benda yang berwarna merah dari air pohon aren di oleh menjadi guna di buat dengan takaran alami oleh masyarakat adat dan dibungkus pake daun aren
ee.     Gumi dalam adalah suatu kawasan hutan adat/ Pawang adat yang di sakralkan oleh masyarakat adat;
ff.    Seka baluq adalah sebuah tempat untuk menyelesaikan masalah bagi pelaku pelanhggaran sangsi atau awiq awiq atau tempat bermusyawarah yaitu berugak yang tiangnya terdiri dari 8 buah;
gg.    Perumbak adalah jabatan perangkat adat yang tugasnya mengurus kebutuhan adat termasuk menjaga hutan adat yaitu pawing bangket bayan dan pawing gedeng lauk)
hh.    Toak lokak adalah para tokoh adat yang mempunyai jabatan dai lembaga adat;
ii.    Penganggo adat adalah seorang tokoh atau perangkat adat yang berhak melaksanakan kegiatan adat sesuai dengan garis keturunan dan kedudukannya.

BAB II
P E N G A K U A N
Pasal 2

1.    Pemerintah Desa dan lembaga yang ada menghormati, mengakui dan melindungi hak hak peranata adat berdasarkan asal usul tradisional dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan/ Pawang adat;
2.    Dalam pelaksanaan pengelolaan hutan adat secara teknis di atur berdasarkan awiq-awiq;
3.    Segala sesuatu yang terjadi dalam pengelolaan hutan/pawang adat, baik hak maupun sangsi kepada masyarakat adat pelaksanaanya di atur sepenuhnya oleh lembaga pranata adat;
4.    Segala keputusan dan akibat dari sangsi yang diputuskan lembaga prananata adat selanjutnya di tetapkan oleh Pemerintah Desa.

BAB III
K E W E N A N G A N
Pasal 3

Kewenangan lembaga adat dalam melestarikan hutan / pawang adat mencakup kewenangan untuk mengatur hubungan bidang pemerintahan, hubungan sesama manusia dan hubungan sesama sang pencipta.

Pasal 4

Kewenangan bidang lain yang dimaksud pada ayat 4 di atas meliputi pengambilan kebijakan perencanaan program, pelaksanaan penegakan awiq-awiq dan keamanan hutan/ pawang adat.

Pasal 5

Sebagaimana dimaksud pada pasal 3 dan 4 tersebut diatas, kewenangan tersebut berlaku untuk pengaturan kawasan hutan/pawang adat.

Pasal 6

Penyelenggaraan kewenangan dalam pengelolaan kawasan hutan/pawang adat bertujuan untuk melestarikan kawasan hutan adat, secara berkelanjutan dengan cara  pengelolaan sumber Sumber Daya manusia dan sumber daya alam, kepercayaan publik dan kepastian hokum.


BAB IV
K E L E M B A G A A N
Pasal 7

Lembaga adat secara turun temurun memang sudah ada dari jaman dahulu  sampai sekarang di Gumi Paer Bayan. ( wilayah Kecamatan Bayan ).

Pasal 8

Lembaga Adat sebagaimana dimaksud pada pasal 7 terdiri dari perangkat adat mulai dari pemangku, Kiyai Penghulu, Kiyai Ketip, Kiyai Lebe, Kiyai Santri, Amak Lokak Perumbak Daya ( Penunggu Hutan Bangkaet Bayan), Mak Lokak Perumbak Tengak ( Mak Lokak gantungan Rombong ) Mak Lokak Perumbak lauk ( Penunggu Hutan Gedeng Lauk ) Pembekel, Mak Lokak Penguban, Mak Lokak Pande, Mak Lokak Walin Gumi, nyaka Mantri dan Para pemukak adat.

Pasal 9.

Perangkat adai di pilih dan di angkat dengan cara  gundum untuk mencari garis keturunan ( Perusa ) tidak sembarang orang sebab akan dijalankan sesuai aturan yang berlaku selama ini.

Pasal 10.

Perangkat Adat yang membidangi urusan pengamanan dan pelestarian hutan adat ditugaskan kepada mak Perumbak daya dan mak perumbak lauk di dukung oleh semua perangkat adat dan masyarakat adat.


BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 11

1.    Setiap masyarakat berhak memperoleh pelayanan dari perangkat adat ( Kiyai Pembekel )
2.    Setiap penganggo adat berhak dipilih dan diangkat sebagai perangkat adat sesuai garis keturunan yang berlaku ( Perusa ) dan atau diberhentikan.
3.    Setiap perangkat adat berhak memperoleh imbalan jasa dari masyarakat.
4.    Setiap perangkat adat berhak mengelola tanah wilayah ulayat ( Pecatu ) sebagai pesangon selama memegang jabatan sebagai perangkat adat.
5.    Setiap masyarakat adat berkewajiban untuk memberikan gunja (Hasil pertanian dari ladang kepada penunggu rumah /lembaga adat di wilayah masing-masing.
6.    Setiap masyarakat adat wajib mentaati dan mematuhi awiq-awiq dan aturan yang telah disepakati bersama tentang pelestarian dan perlindungan hutan adat.
7.    Setiap masyarakat adat yang dinyatakan melanggar awiq-awiq wajip untuk menyerahkan denda/ Dosa/sangsi kepada lembaga adat yang mewilayahinya.
8.    Denda /Dosa yang diberikan oleh orang yang melakukan pelanggaran sangsi kepada lembaga adat wajib untuk mengasuh ( mengolahnya ) agar kawasan hutan adat tersebut tetap aman dan lestari.

BAB VI
LARANGAN / AWIQ-AWIQ
Pasal 12

1.    Tidak dibenarkan melakukan penebangan Pohon dengan sembarangan dikawasan Hutan adat dengan dalih apapun;
2.    Tidak dibenarkan melakukan pembakaran dikawasan hutan adat dengan sengaja melakukan perusakan kawasan hutan;
3.    Tidak dibenarkan menggadai dan memperjual belikan sebagian atau semua hutan adat yang ada didalamnya;
4.    Tidak dibenarkan melakukan pencabutan dan pemindahan batas-batas hutan adat;
5.    Tidak dibenarkan menebang pohon kayu dengan menggunakan mesin dikawasan hutan adat;
6.    Tidak dibenarkan melakukan pemburuan dan pembunuhan semua satwa langka yang hidup dalam wilayah hutan adat dengan cara apaun;
7.    Tidak dibenarkan melakukan kegiatan perkebunan dan pertanian dikawasan hutan adat;
8.    Tidak dibenarkan untuk mensertifikatnyan sebagian atau seluruh tanah kawasan hutan adat;
9.    Tidak dibenarkan membunyikan berbagai alat kesenian didalam kawasan hutan adat;
10.    Tidak diperkenankan masuk kawasan hutan adat tanpa izin dari penunggu ( mak Lokak Perumbak )
11.    Tidak di perkenankan mandi dan mencuci menggunakan sabun yang mengandung detergen  dari mata air sampai batas hutan adat;
12.    Tidak dibenarkan menangkap isi air kali memakai alat setrum dan Desis yang mengandung racun didalam kawasan hutan adat;
13.    Tidak dibenarkan melakukan tindakan yang bersipat amoral diseluruh kawasan hutan adat;
14.    Dilarang memindahkan atau merusak, mencemari berbagai peninggalan yang ada dikawasan hutan adat ( Pengaci-aci ) baik sebagian atayu semuanya;
15.    Dilarang dengan sengaja mengembala ternak diseluruh kawasan hutan adat.

BAB VII
HAL HAL YANG DIPERBOLEHKAN
Pasal 13

1.    Kayu yang ada di sekitar hutan adat baru boleh ditebang jika ada keperluan perbaikan Masjid Kuno, perbaikan berugak agung dan Balae adat ( Rumah Penunggu hutan (Perumbak Lauk atau perumbak daya ) setelah melalui proses gundem serta mendapat persetujuan dari para toak lokak;
2.    Diperbolehkan memafaatkan hasil hutan adat dengan cara memetik dan memungut dengan persetujuan penuggu hutan adat ( mak perumbak );
3.    Kawasan Hutan Adat boleh dijadikan sebagai obyek penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan setelah mendapat persetujuan dari penunggu hutan adat ( mak lokak perumbak ) serta melalui proses adat yang berlaku;
4.    Deperbolehkan mengelola hasil hutan adat  non kayu seperti mengambil air dari pohon Aren ( Menarep ) untuk keperluan ritual adat ( membuat gula merah ) serta mendapat izin dari penunggu hutan adat.

BAB VIII
HAL HAL YANG DIHARUSKAN
Pasal 14

1.    Penunggu dan Masyarakat adat harus menjaga, mengamankan, melindungi dan melestarikan kawasan hutan adat serta semua peninggalan bersejarah yang ada didalam hutan adat ( Pengaci-aci );
2.    Penunggu dan masyarakat adat diharuskan melakukann penghijauan hutan adat dengan cara penanaman pohon yang sejenis seperti yang sudah ada didalah hutan adat;
3.    Penunggu dan masyarakat adat harus melakukan proses mengunjungi ( menjojo ) hutan adat setahun sekali sesuai aturan yaitu menggunakan pakaean adat dan kearipan lokak baik di gedeng daya ( Pawang  Bangket Bayan)  maupun  gedeng Lauk ( Pawang Gedeng ) dengan cara berjalan kaki dari perumbak tengak- Karang Bajo sebelum memulai musim tanam );
4.    Penunggu dan masyarakat adat harus melakukan acara ritual adat ( asuh  ) tiap tahun agar hutan adat tetap terpelihara dan aman.

BAB IX
DOSA / SANGSI
Pasal 15

Yang dimaksud Dengan Dosa pada Peraturan Desa tentang perlindungan hutan adat atau awiq awiq ini adalah merupakan sangsi yang di kenakan kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran atau hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam perdes ini.

Pasal 16

Sebagaimana dinaksud pasal 15 pelaksanaan dosa/sangsi dilakukan secara bertahap meliputi :
1.    Dosa Berik / Sangsi Ringan
2.    Dosa Sedang / Sangsi sedang
3.    Dosa Berat / Sangsi Besar

Pasal 17

Dosa / sangsi sebagaimana dimaksud pada pasal 16 butir 1, 2 dan 3 adalah sebagai berikut :
1.    Dosa Berik/ Sangsi Ringan adalah merupakan tindakan peringatan yang langsung disampaikan pada saat terjadinya peristiwa kepada pelaku pelanggaran awiq-awiq oleh pembekel adat.
2.    Dosa Sedang / Sangsi Sedang adalah merupakan tindakan denda yang dibebankan oleh Pembekel adat kepada pihal yang melakukan pelanggaran awiq-awiq.
3.    Dosa sedang / Sangsi sedang yang dimaksud pada butir 2 di atas bentuknya yang harus dibebankan kepada penggar awiq -awiq kepada Pembekel adat adalah :
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Rombong Beras
c.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
d.    2 ( Dua ) Ikat Kayu Bakar
e.    2 ( Dua )  Butir Kelapa
f.    244 ( Kepeng susuk ) Uang bolong

4.    Jika orang yang pernah didenda tersebut di temukan lagi melakukan pelanggaran terhadap awiq-awiq maka dosa/sangsinya meningkat yaitu:
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Ekor Kambing
c.    50 ( Lima puluh ) Kilogram Beras
d.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
e.    4 ( Empat ) Ikat Kayu Bakar
f.    8 ( Delapan )  Butir Kelapa
g.    244 ( Kepeng susuk ) Uang bolong

5.    Jika orang yang sama  di temukan lagi melakukan pelanggaran terhadap awiq-awiq maka berlakulah dosa Berat /sangsi Besar sebagai berikut:
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Ekor Kambing
c.    1 ( Satu ) Ekor Kerbau
d.    1 ( Satu ) Kuintal Beras
e.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
f.    8 ( delapan ) Ikat Kayu Bakar
g.    16 ( Enam belas )  Butir Kelapa
h.    488 ( Kepeng susuk ) Uang bolong

6.    Jika orany yang sama tidak mau membayar dosa/sangsi  sesuai ketentuan awiq-awiq baik dosa berik, dosa ringan dan dosa berat yang sudah dibebankan kepadanya akibat dari pelanggaran yag pernah dia lakukan maka diberikan sangsi social yang disebut SEKAUMANG dengan kata lain  di kucilkan.

7.    Sebagaimana dimaksud dalam butir 6 “ SEKAUMANG ‘ atau pengucilan tersebut adalah:
a.    Tidak mendapat Pelayanan apapun dari Kepala Dusun/Pemerintah Desa setempat
b.    Tidak mendapat Pelayanan apapun dari Perangkat Adat.
c.    Tidak mendapat Pelayanan apapun dari Kiyai adat
d.    Tidak mendapat Pelayanan apapun dari semua masyarakat sekitar rumahnya dalam berbagai bentuk kegiatan.

8.    Jika ada orang yang melahirkan atau meninggal dunia di dalam Kawasan hutan adat  ( Gumi Dalam ) seperti pawang bangket bayan Desa Bayan  ( Gedeng Daya ), Pawang Gedenga Lauk Desa loloan dan Pawang Semokan Desa Sukadana maka dikenkan dosa/sangsi berupa :
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Ekor Kerbau
c.    1 ( Satu ) Rombong Beras
d.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
e.    4 ( Empat ) Ikat Kayu Bakar
f.    8 ( Delapan )  Butir Kelapa
g.    244 ( Kepeng susuk ) Uang bolong
9.    Jika Perangkat Adat ( Pemangku mak perumbak daya, mak perumbak tengak dan mak perumbak lauk ) terjadi melakukan pelanggaran  seperti melewati batas wilayah kerja wet maka dikenakan dosa/sangsi sebagai berikut:
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Rombong Beras
c.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
d.    2 ( Dua ) Ikat Kayu Bakar
e.    2 ( Dua )  Butir Kelapa
f.    244 ( Kepeng susuk ) Uang bolong
10.    Apa bila terjadi perangkat pranata adat ( Penunggu pawang adat ) mininggalkan tugas tanpa sepengetahuan pembekel adat dan mak lokak pande melalui gundem maka dikenakan dosa/sangsi ( Ulek ang kagungan ) kembalikan jabatan dengan dosa/sangsi sebagaiberiku :
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Ekor Kerbau
c.    1 ( Satu ) kuintal  Beras
d.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
e.    4 ( Empat ) Ikat Kayu Bakar
f.    16 ( Enam belas )  Butir Kelapa
g.    488 ( Kepeng susuk ) Uang bolong

11.    Apabila masyarakat adat meremehkan atau menyebarkan berita yang tidak baik seperti mempitnah parangkat pranata adat yaitu salah omong ( Bila Bibir ) bila mapak ( main tangan ) dikenakan dosa/sangsi oleh pembekel adat kepada pelaku berupa
a.    1 (Satu ) Ekor Ayam
b.    1 ( Satu ) Rombong  Beras
c.    1 ( Satu ) Longsor Gula metah
d.    2 ( Dua ) Ikat Kayu Bakar
e.    2 ( Dua )  Butir Kelapa
f.    244 ( Kepeng susuk ) Uang bolong

BAB X
MEKANISME PELAKSANAAN SANGSI
Pasal 18

Yang berkak menentukan dosa/sangsi terhadap pelanggaran awiq-awiq adalah perangkat adat dan lembaga adat.

Pasal 19

Jika terjadi pelanggaran awiq-awiq sebelum dilaksanakan musyawarah/gundem terlebih dahulu dilakukan penyelidikan oleh pembekel adat.

Pasal 20

Penyelidikan yang dimaksud pada pasal 19 meliputi, kebenaran pelaku, identitas pelaku, tempat kejadian perisiwa, waktu terjadinya pelanggaran, mencari barang bukti dan mencari para saksi saksi yang melihat kejadian.

Pasal 21

Hasil dari Penyidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 baru di laporkan ke pembekel adat ,para toak lokak untuk dibahas pada saat gumdem bersama  Pemusungan/ Kepala Desa.

Pasal 22

Pemberian Dosa/sangsi terhadap pelaku pelanggaran awiq-awiq setelah melalui mekanisme gundem diberugak saka baluk ( Saka Delapan ) di Batu Gerantung  Desa loloan yang diselenggarakan oleh lembaga adat.

Pasal 23

Gundem dikatakan sah jika dihadiri oleh seluruh perangkat lembaga adat ( kiyai Pengulu, Kiyai Lebe, Kiyai Santri, Pemangku, Pembekel, Nyaka mantra, toak turun, toak lokak serta pelaku pelanggaran awiq-awiq dan saksi saksi.

Pasal 24

Dosa/sangsi yang dijatuhkan kepada pelaku apabila terbukti benar benar  melakukan pelanggaran awiq-awiq yang didukung dengan adanya barang bukti dan keterangan yang cukup dari para saksi minimal 2 orang.

Pasal 25

Dosa /sangsi tersebut diserahkan kepada  mak lokak dirumah lembaga adat  (bale pedangan )
Untuk dilakukan upacara  (Asuh ) bersama para kiyai dan para toak lokak dan terakhir dilakukan taklik sumpah janji agar tidak terulag kembali dengan sembek.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26

Kegiatan perlindungan hutan adat yang dilaksanakan sebelum adanya awiq-awiq diputuskan maka harus disesuaikan dengan peraturan desa ini.







BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27

Dengan ditetapkan Peraturan Desa ini maka seluruh proses penyelenggaraan, pengelolaan, pengamanan dan Pelestarian kawasan hutan adat maka tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang tertuang  dalam awiq-awiq ini, hal hal yang belum diatur dalam peraturan desa ini maka akan di atur kemudian melalui proses gundem.

                        Ditetapkan di: Karang Bajo
                        Pada tanggal    : 18 Maret 2006

                        Kepala Desa Karang Bajo

                            Ttd

                        K E R T A M A L I P

Di Undangkan di: Karang Bajo
Pada tanggal       : 20 Maret 2006
Sekretaris Desa

    Ttd

S U R I A T N I
   




Tidak ada komentar:

Posting Komentar